Gambar Elang Jawa

Lihat Foto

elang jawa (Nisaetus bartelsi) merupakan penanda penting dari ekosistem yang seimbang dan sehat.

Ia menjelaskan, burung pemangsa endemik Indonesia ini sangat bergantung pada keberadaan hutan alami, terutama pohon-pohon tinggi yang digunakan sebagai tempat bersarang. Karena sifatnya yang sensitif terhadap perubahan lingkungan, elang jawa termasuk dalam kelompok raptor yang berperan sebagai indikator kerusakan ekosistem.

“Raptor merupakan spesies indikator yang sensitif terhadap disfungsi ekosistem. Karena itu, keberadaan mereka penting dalam studi ekologi dan pemantauan kondisi lingkungan,” kata Syartinilia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/7/2025).

Namun, kondisi elang jawa saat ini berada dalam status yang mengkhawatirkan. Populasinya semakin terdesak oleh berbagai tekanan lingkungan, hingga dikategorikan sebagai spesies terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Di tingkat nasional, elang jawa juga masuk dalam daftar spesies prioritas konservasi melalui SK Dirjen PHKA No 200/IV/KKH/2015.

Syartinilia mengungkapkan, populasi elang jawa kini diperkirakan hanya tersisa sekitar 511 pasang. Mereka tersebar di 74 petak habitat dengan total luas sekitar 10.804 kilometer persegi, atau sekitar 8,4 persen dari luas Pulau Jawa. Sayangnya, habitat tersebut semakin terfragmentasi akibat perburuan ilegal, perubahan iklim, serta tekanan dari aktivitas manusia.

Karena itu, ia menegaskan perlunya upaya konservasi yang menyasar tidak hanya spesiesnya, tetapi juga habitatnya secara utuh. Menurutnya, pelestarian elang jawa merupakan bagian penting dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan lanskap dalam pengelolaan konservasi.

Konservasi elang jawa memerlukan manajemen multi-skala, lintas batas, dan adaptif terhadap perubahan,” ujarnya.

Syartinilia memproyeksikan bahwa tanpa intervensi nyata dan terintegrasi, luas habitat potensial elang jawa akan mengalami penurunan signifikan pada tahun 2050.

Untuk itu, ia merekomendasikan sejumlah langkah, di antaranya pemilihan skala spasial yang tepat dalam perencanaan konservasi, pengelolaan koridor habitat, serta adaptasi terhadap gangguan manusia dan perubahan iklim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *