
penyu dan cetacea di perairan Indonesia menghadapi berbagai tekanan yang makin kompleks.
Dari perburuan ilegal, tangkapan sampingan (bycatch), hingga dampak perubahan iklim dan aktivitas manusia yang tidak berkelanjutan, semuanya berkelindan mengancam dua spesies laut penting ini.
National Coordinator for Marine ETP Species WWF Indonesia, Ranny R. Yuneni, mengatakan bahwa ancaman utama bagi penyu dan cetacea saat ini adalah perburuan dan perdagangan ilegal serta bycatch dalam praktik perikanan.
Selain itu, habitat penting penyu dan cetacea juga makin tertekan akibat degradasi lingkungan.
“Perlu ada perlindungan terhadap habitat mereka yang kritis, pengurangan ancaman seperti perdagangan spesies laut dilindungi, tangkapan sampingan, dan penanganan keterdamparan,” ujar Ranny kepada Kompas.com, Kamis (3/7/2025).
Ranny juga mengatakan bahwa dampak perubahan iklim menjadi tantangan tambahan.
Suhu pasir yang meningkat akibat iklim berdampak pada rasio jenis kelamin tukik (bayi atau anak) penyu, yang berujung pada dominasi penyu betina dan menurunnya keberhasilan reproduksi.
Perubahan suhu dan arus laut juga mengganggu pola migrasi cetacea serta distribusi mangsa alami mereka.
Ancaman-ancaman tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait dengan aktivitas ekonomi manusia, terutama yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan.
Padahal, keberadaan penyu dan cetacea memiliki peran ekologis penting dan juga berkontribusi pada penghidupan masyarakat pesisir.
Beberapa aktivitas pariwisata turut memberi tekanan tambahan. Ranny menyebut praktik wisata pantai peneluran yang tidak bertanggung jawab, seperti penggunaan cahaya berlebihan dan kebisingan, sehingga mengganggu proses peneluran penyu.
Selain itu, proses pelepasan tukik penyu oleh wisatawan tanpa memperhatikan waktu yang tepat juga berdampak buruk pada keberlangsungan hidup mereka di laut.
Di sektor perikanan, alat tangkap yang tidak selektif meningkatkan risiko penyu dan cetacea tertangkap secara tidak sengaja. Selain itu, sampah plastik yang mencemari laut seringkali dikonsumsi oleh penyu dan cetacea sehingga menyebabkan kematian.
Menanggapi ancaman-ancaman ini, WWF Indonesia mengembangkan berbagai pendekatan berbasis data dan teknologi.
Misalnya, penggunaan satelit untuk tagging penyu belimbing di Maluku bertujuan memetakan pola migrasi dan habitat kritis mereka.