Siswa SMA British School Jakarta, Kristopher Gondokusumo, memamerkan penelitiannya terkait ekstraksi kulit pepaya, Rabu (28/5/2025).

Lihat Foto

pepaya untuk diolah bubuk yang bisa memperbaiki tekstur potongan daging alot agar lebih layak jual dan mudah diakses oleh masyarakat. Dia mengungkapkan bahwa inovasi tersebut dilakukan sebagai upaya mengatasi limbah makanan.

Menurut Kristopher, total kulit pepaya yang terbuang mencapai 163.400 ton per tahunnya berkontribusi pada peningkatan limbah pangan. Apalagi, Indonesia merupakan salah satu dari lima produsen pepaya terbesar di dunia.

“Enzim papain diekstraksi dari kulit pepaya yang biasanya langsung dibuang. Papain yang diaplikasikan ke daging dapat membantu melunakkan tekstur daging yang alot karena aktivitas proteolitik yang tinggi,” ungkap Kristopher dalam keterangannya, Rabu (28/5/2025).

Dalam penelitiannya, Kristopher bekerja sama dengan laboratorium R&D PT Great Giant Foods, untuk menemukan manfaat lain dari ekstrak kulit pepaya. Enzim papain ruoanya mampu menjaga nilai nutrisi daging, meningkatkan cita rasa, tekstur, dan mengoptimalkan potongan daging alot seperti flank atau round steak.

Dia menjelaskan bahwa 100 kilogram kulit pepaya yang diubah jadi pelunak daging dapat mencegah pelepasan emisi hingga 930 kilogram setara CO2.

“Pemanfaatan ekstrak kulit pepaya ini dapat berkontribusi dalam pengurangan emisi metana, dan biaya karbon dari proses industri. Jika diterapkan secara luas, inovasi ini juga bisa mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi sirkular dan membantu mencapai target aksi iklim nasional,“ papar dia.

Adapun ekstraksi kulit pepaya dilakukan mulai dari pengumpulan getah, pemurnian, pengeringan, hingga pengemasan sederhana.

Oleh sebab itu, Kristopher menilai, hal ini bisa membuka peluang bisnis bagi petani sekaligus mendukung ketahanan pangan di Indonesia.

“Saya ingin menunjukkan bahwa sesuatu yang sederhana seperti kulit pepaya yang dibuang dapat menciptakan dampak nyata dengan mengubah limbah jadi solusi yang menguntungkan bagi manusia dan lingkungan,” tutur Kristopher.

Hasil peneltiannya, dipamerkan dalam acara simposium Jakarta Scholar Symposium (JSS) bertajuk Advocacy in Action. Forum ini menjadi wadah bagi pelajar memaparkan ide inovatif dalam menghadapi berbagai isu yang mencakup konservasi air, pemanfaatan biokimia, maupun pengelolaan sampah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *