
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari, menyebut kebijakan dengan nominal yang besar ini sebagai langkah yang cukup baik karena didasarkan pada upaya menghadapi persoalan iklim serta mencegah gagal panen, khususnya pada lahan sawah.
Pompanisasi dinilai efektif dalam jangka pendek, terutama di wilayah-wilayah dengan sumber air minimal.
“Pompa air memberikan rasa aman terhadap ketersediaan air, sehingga petani dapat menanam padi kapan saja, bahkan di musim kemarau,” ujar Puji saat dihubungi Kompas.com, Selasa (23/7/2025).
Namun, ia menegaskan bahwa dari sisi keberlanjutan dan lingkungan, pompanisasi perlu dikaji lebih dalam. Pengambilan air tanah secara masif berisiko mempercepat penurunan muka air tanah, terutama di daerah rawan kekeringan.
“Tanpa pendampingan dan pengawasan, penggunaan air ini juga memungkinkan terjadi eksploitasi terhadap air,” ujarnya.
Di sisi lain, penggunaan pompa berbahan bakar fosil juga dapat menghasilkan emisi karbon.
“Perlu ada kajian lebih lanjut tentang kontribusi emisi karbon dari pompa air yang digunakan secara masif, untuk memastikan dampak jangka panjangnya,” jelas Puji.
Ia menyebut bahwa meskipun strategis sebagai respons terhadap dampak iklim, pendekatan ini masih bersifat reaktif dan belum menjawab akar permasalahan dalam sistem pangan nasional.
Menurut Puji, persoalan sistem pangan di Indonesia bersumber dari berbagai ketimpangan, akses terhadap teknologi, input pertanian, hingga distribusi dan ketersediaan pangan itu sendiri.
Sistem distribusi yang belum efisien memperburuk keadaan, pangan tersedia, tapi tidak selalu dapat diakses masyarakat secara merata karena faktor jarak, infrastruktur, atau harga.
Ketergantungan terhadap input eksternal, seperti bahan-bahan dasar yang masih harus diimpor, juga membuat sistem pangan nasional rentan terhadap gangguan pasokan global atau fluktuasi harga internasional.
“Tanpa adanya pendekatan kebijakan lain, pompanisasi ini belum menyentuh akar permasalahan sistem pangan nasional,” tegas Puji.
Agar tidak mempercepat krisis air atau menciptakan ketergantungan terhadap teknologi yang tidak berkelanjutan, Puji menyarankan serangkaian langkah berbasis ekologi untuk mengimbangi pompanisasi ini.
Pertama, pemerintah perlu menyusun neraca air nasional dan regional untuk memastikan pengambilan air tidak melebihi daya dukung lingkungan.