Retno Marsudi, dalam forum Kagama Leaders Forum Series bertajuk Daulat Pangan di Tengah Disrupsi Geopolitik dan Perang Dagang, Kamis (17/7/2025).

Lihat Foto

Ketahanan pangan tidak akan tercapai tanpa terlebih dahulu mengatasi krisis air.

Hal ini ditegaskan oleh Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Air, Retno Marsudi, dalam forum Kagama Leaders Forum Series bertajuk Daulat Pangan di Tengah Disrupsi Geopolitik dan Perang Dagang, Kamis (17/7/2025).

“Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air, tidak ada kehidupan,” ujar Retno.

Ia menekankan bahwa ketahanan air dan ketahanan pangan adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Sekitar 72 persen air tawar dunia digunakan untuk sektor pertanian, ini menunjukkan betapa air menjadi fondasi dari sistem pangan kita.

Retno mencontohkan, untuk menghasilkan satu kilogram beras, dibutuhkan sekitar 2.500 liter air dalam setahun. Sedangkan jagung membutuhkan sekitar 900 liter air per kilogram.

“Bisa dibayangkan betapa besarnya kebutuhan air hanya untuk memastikan kita bisa makan,” ujarnya.

Namun, dunia saat ini tengah menghadapi krisis air yang kompleks. Terdapat, setidaknya 3 tantangan utama di sektor air ini, yaitu banjir, kekeringan, dan pencemaran air, makin diperparah oleh perubahan iklim.

“Ini adalah masalah besar yang dihadapi berbagai negara,” tambah Retno.

Selain itu, ia mengatakan bahwa satu dari empat orang di dunia kini hidup dalam kondisi kekurangan air, dan pada 2050, kekeringan diperkirakan berdampak pada tiga dari empat orang.

Di saat yang sama, populasi dunia diprediksi mencapai 10 miliar jiwa. Ini berarti kebutuhan pangan akan melonjak 50 persen, dan kebutuhan air tawar naik sekitar 30 persen.

“Kita menghadapi situasi di mana kebutuhan pangan dan air meningkat tajam, sementara pasokan air makin tertekan,” jelasnya.

Retno juga menyoroti lemahnya infrastruktur air, terutama dari sisi pendanaan. Hanya sekitar 1,2 persen dari total belanja publik global yang dialokasikan untuk infrastruktur air.

Sebagian besar pembiayaan masih ditanggung pemerintah, sementara partisipasi swasta baru sekitar 2 persen. Ketimpangan ini memperkuat tantangan pembangunan yang berkelanjutan, terutama di negara berkembang.

Padahal, menurut data PBB, sebagian besar pekerjaan di negara-negara berkembang sangat bergantung pada air. Maka, membangun kemitraan, termasuk dengan sektor swasta menjadi salah satu fokus dalam berbagai forum internasional terkait air.

Dalam konteks keberlanjutan, Retno mengingatkan bahwa isu air dan pangan juga terkait erat dengan tercapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *