
penginderaan jauh dinilai dapat berperan signifikan dalam mendukung pencapaian setidaknya 11 dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Kepala Pusat Riset Geoinformatika BRIN, Muhammad Rokhis, menyebut teknologi ini mampu menyediakan data spasial yang dibutuhkan untuk berbagai target pembangunan, khususnya dalam isu lingkungan, pangan, dan mitigasi bencana.
Menurut Rokhis, dari 11 tujuan tersebut, lima di antaranya dapat dicapai secara signifikan melalui penginderaan jauh, yakni tujuan air bersih dan sanitasi layak, kota dan permukiman yang berkelanjutan, penanganan perubahan iklim, ekosistem lautan, serta ekosistem daratan.
“Penginderaan jarak jauh dapat membantu pencapaian clean water and sanitation, sustainable cities and communities, climate action, life below water, dan life on land,” ujar Rokhis sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (19/6/2025).
Penginderaan jarak jauh (remote sensing) sendiri merupakan teknik untuk mengamati dan memantau wilayah di permukaan Bumi tanpa kontak langsung, biasanya melalui sensor di satelit atau pesawat udara.
Rokhis merinci bahwa teknologi ini dapat digunakan untuk mendukung tujuan nomor 1 SDGs, yakni pengentasan kemiskinan, dengan memetakan kawasan kumuh.
Untuk tujuan nomor 2, tanpa kelaparan, penginderaan jauh dapat digunakan untuk memantau zona pertanian dan kondisi sawah.
Sementara untuk tujuan nomor 3, kehidupan sehat dan sejahtera, teknologi ini bermanfaat dalam pemetaan risiko penyakit dan distribusi fasilitas kesehatan.
Adapun pada tujuan nomor 6, air bersih dan sanitasi layak, pemetaan penginderaan jauh digunakan untuk mengidentifikasi daerah tangkapan air di sungai besar seperti Citarum, Brantas, dan Bengawan Solo.
Tujuan nomor 7, energi bersih dan terjangkau, didukung melalui pemetaan penggunaan listrik di malam hari yang mencerminkan rasio elektrifikasi suatu wilayah.
“Mencapai tujuan nomor 7 bisa dilakukan dengan data pemetaan malam hari, sehingga dapat diketahui perkembangan wilayah yang sudah menggunakan penerangan listrik,” jelasnya.
Selain itu, pengembangan teknologi ini juga melibatkan peningkatan resolusi data, penggunaan konstelasi satelit termasuk satelit mikro dan nano, serta pemanfaatan drone, machine learning, AI, IoT, dan crowdsourcing.
Teknologi ini disebut mampu mendeteksi risiko lingkungan dan bencana alam, serta membantu penanganannya.
Rokhis menambahkan, inovasi ini sangat relevan dengan pencapaian tujuan SDGs nomor 11 tentang kota dan permukiman yang inklusif dan tangguh, serta tujuan nomor 13 tentang penanganan perubahan iklim, misalnya melalui sistem peringatan dini dan pemantauan penurunan muka tanah.
Untuk tujuan SDGs nomor 14 dan 15, terkait ekosistem laut dan daratan, teknologi penginderaan jauh digunakan dalam penyediaan informasi tumpahan minyak, kualitas air laut, kondisi mangrove, pemetaan perkebunan sawit, dan deforestasi.
“Sejauh ini, teknologi ini sudah banyak diaplikasikan dalam memetakan area permukiman dan ruang hijau kota,” ucap Rokhis.
Dalam acara “The BRIN-ESCAP Workshop on Space Applications for Sustainable Development in Asia and The Pacific” pada Selasa (17/6/2025), Rokhis juga memperkenalkan GEOMIMO (Geoinformatics Multi Input Multi Output Indonesia), platform BRIN untuk pemanfaatan penginderaan jauh.
Platform ini menyediakan berbagai modul untuk isu ketahanan pangan, lingkungan dan bencana, emisi gas rumah kaca, keamanan, dan pertahanan. GEOMIMO dapat diakses masyarakat umum melalui web dan perangkat mobile, sementara instansi pemerintah atau swasta bisa mengaksesnya melalui lisensi atau kerja sama khusus.
Di tengah tantangan lingkungan, urbanisasi cepat, dan krisis iklim, ketersediaan data spasial yang akurat menjadi krusial untuk pengambilan keputusan. Teknologi penginderaan jauh yang dikembangkan BRIN menjadi salah satu alat penting untuk merespons kebutuhan tersebut secara berkelanjutan.