Seekor bayi orangutan sumatera lahir di Kebun Binatang Philadelphia, Negara Bagian Pennsylvania, Amerika Serikat (AS) pada 26 Juni 2024.

Lihat Foto

Banyak dari mereka hanya menyisakan beberapa ratus, bahkan puluhan individu, dan tanpa tindakan cepat, beberapa di antaranya bisa lenyap dalam satu dekade.

Laporan dua tahunan ini mengganti 15 nama dari daftar sebelumnya, bukan karena kondisi mereka membaik, melainkan untuk mengalihkan perhatian ke spesies lain yang juga menghadapi ancaman serius, menyebarkan peringatan di Asia, Afrika, Madagaskar, dan Amerika Selatan.

Pergeseran fokus dalam daftar ini bukan berarti ancaman telah mereda. Para editor menekankan bahwa meskipun suatu spesies dihapus dari daftar, prospeknya belum tentu membaik. Sebaliknya, panel ingin menyoroti kerabat lain yang menghadapi masa depan yang sama suramnya.

Indonesia dan Madagaskar masing-masing menyumbang empat spesies baru dalam daftar ini, diikuti oleh Tiongkok, Vietnam, dan Nigeria dengan masing-masing tiga spesies. Hilangnya habitat, perburuan, perubahan iklim, dan perdagangan satwa liar ilegal tetap menjadi pendorong utama penurunan populasi yang mengkhawatirkan ini.

Di dataran tinggi Sumatra, tepatnya di hutan Batang Toru, seperti dilansir laman earth.com, hanya sekitar 767 individu orangutan Tapanuli yang tersisa, menjadikannya kera besar paling langka yang pernah tercatat.

Para peneliti memperkirakan bahwa populasi ini kini hanya menduduki kurang dari 2,5 persen dari jangkauan aslinya pada abad kesembilan belas, dan bahkan sisa wilayah itu terus tergerus oleh aktivitas penambangan dan pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air.

Situasi yang lebih kritis dihadapi oleh gorila Cross River di Afrika Barat, dengan kurang dari 250 individu dewasa yang bertahan di sebelas lokasi perbukitan yang membentang di perbatasan Nigeria-Kamerun.

Di sana, kerusuhan sipil yang berulang memperparah tekanan dari penebangan hutan dan aktivitas pertanian. Meskipun rencana konservasi telah menciptakan cagar alam baru dan patroli lintas batas, hilangnya satu individu dewasa saja dapat menghapus kemajuan konservasi bertahun-tahun di tingkat lokal.

Madagaskar menambahkan primata terancam punah terkecil di dunia ke dalam daftar ini, yaitu lemur tikus Madame Berthe. Dengan berat hanya sekitar tiga puluh gram, spesies ini telah kehilangan lebih dari delapan puluh persen populasinya dalam sepuluh tahun terakhir akibat pertanian tebang-dan-bakar yang menyebabkan fragmentasi habitat hutan keringnya.

“Spesies ini juga telah menghilang dari sebagian besar hutan utuh yang tersisa, yang menunjukkan konsekuensi mengerikan untuk kemungkinan tindakan konservasi,” kata Peter Kappeler, kepala stasiun lapangan di Forêt de Kirindy. “Ini bisa menjadi primata pertama yang kita kehilangan selamanya di abad ke-21, karena tidak ada populasi penangkaran.”

Bahkan spesies yang pernah dianggap relatif aman dari ancaman kepunahan pun bisa kembali terancam. Gibbon Cao-vit, yang mendiami hutan batugamping di Tiongkok dan Vietnam, kembali menjadi perhatian publik tahun ini.

Survei terbaru menunjukkan bahwa jumlah individu mereka sebenarnya mendekati sembilan puluh, jauh lebih sedikit dari perkiraan sebelumnya yang lebih dari seratus, karena survei awal menghitung ganda kelompok.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *