ilustrasi tidur

Lihat Foto

sleep apnea atau kondisi yang mengganggu pernapasan saat tidur akan menjadi lebih umum dan parah akibat pemanasan global.

Hal ini bisa meningkatkan beban kesehatan dan ekonomi di seluruh dunia.

Studi yang dipublikasikan di Nature Communications ini menemukan peningkatan suhu meningkatkan keparahan sleep apnea obstruktif (OSA).

Dengan skenario perubahan iklim yang paling mungkin, beban sosial OSA diperkirakan akan berlipat ganda di sebagian besar negara selama 75 tahun ke depan.

Mengutip Medical Xpress, Rabu (18/6/2025), penulis utama dan ahli tidur, Dr. Bastien Lechat, dari FHMRI Sleep Health, mengatakan, studi ini adalah penelitian pertama yang menguraikan dampak pemanasan global pada pernapasan saat tidur.

“Penelitian ini membantu kita memahami bagaimana faktor lingkungan seperti iklim dapat memengaruhi kesehatan dengan menyelidiki apakah suhu sekitar memengaruhi keparahan OSA,” kata Dr. Lechat.

“Suhu yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan 45 persen seseorang mengalami OSA pada malam tertentu,” terangnya lagi.

Namun, besarnya gangguan pernapasan saat tidur bervariasi menurut wilayah. Orang-orang di Eropa mengalami tingkat OSA yang lebih tinggi saat suhu meningkat dibandingkan dengan orang-orang di Australia dan Amerika Serikat.

Ada kemungkinan itu terjadi karena tingkat penggunaan AC yang berbeda.

Sleep apnea memengaruhi hampir 1 miliar orang di seluruh dunia. Jika tidak diobati, kondisi tersebut bisa meningkatkan risiko demensia dan penyakit Parkinson, hipertensi, penyakit kardiovaskular, kecemasan dan depresi, penurunan kualitas hidup, kecelakaan lalu lintas, dan kematian karena semua penyebab.

Dalam studi ini, peneliti menganalisis data tidur dari lebih dari 116.000 orang di seluruh dunia menggunakan sensor di bawah kasur yang telah disetujui FDA untuk memperkirakan tingkat keparahan OSA.

Untuk setiap pengguna, sensor merekam sekitar 500 data malam yang terpisah. Para peneliti kemudian mencocokkan data tidur ini dengan informasi suhu 24 jam terperinci yang bersumber dari model iklim.

Peneliti kemudian melakukan pemodelan ekonomi kesehatan untuk mengukur kesejahteraan dan beban sosial akibat meningkatnya prevalensi OSA akibat meningkatnya suhu di bawah beberapa skenario iklim yang diproyeksikan.

“Dengan menggunakan pemodelan, kami dapat memperkirakan seberapa peningkatan prevalensi OSA akibat meningkatnya suhu bagi masyarakat dalam hal kesejahteraan dan kerugian ekonomi,” kata Dr. Lechat.

Peningkatan prevalensi OSA pada tahun 2023 akibat pemanasan global dikaitkan dengan hilangnya sekitar 800.000 tahun kehidupan sehat di 29 negara yang diteliti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *