
Idul Adha, Dosen Fakultas Peternakan IPB University, Salundik meminta limbah kurban dikelola dengan baik.
Dalam keterangan tertulis yang diunggah di laman IPB University pada Kamis (29/5/2025), Salundik mengatakan, limbah kurban yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan.
“Mulai dari bau tidak sedap yang menyengat, serbuan lalat, hingga gangguan estetika, terutama karena lokasi penjualan hewan kurban umumnya berada di area perkotaan yang padat,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa limbah kurban dapat dikategorikan menjadi dua: limbah di lokasi penjualan dan limbah di lokasi penyembelihan.
Di lokasi penjualan, limbah yang dihasilkan antara lain kotoran (feses) dan sisa pakan hijauan. Penumpukan ternak dalam jumlah besar selama sekitar 20 hari menjelang lebaharan Haji jadi pemicu akumulasi limbah dalam jumlah signifikan.
Salundik memberikan ilustrasi: jika terdapat 50 ekor sapi dengan produksi kotoran rata-rata 20 kilogram per ekor per hari, maka dalam 20 hari dapat dihasilkan limbah hingga 20 ton.
Agar tidak mencemari lingkungan, ia menyarankan limbah ini dikonversi menjadi produk yang lebih bermanfaat, seperti pupuk organik kompos atau vermikompos.
“Ini adalah solusi yang paling mudah diterapkan dan memberikan nilai tambah ekonomi,” ucapnya.
Sementara itu, limbah di lokasi penyembelihan memiliki jenis yang berbeda, berupa darah, isi rumen, dan saluran pencernaan dari hewan. Limbah jenis ini memiliki risiko kontaminasi yang lebih tinggi dan bisa menjadi rantai penyebaran penyakit terutama di wilayah yang sempit dan tersebar di berbagai titik kota.
Menurutnya, penanganan limbah di lokasi penyembelihan membutuhkan perhatian lebih karena tantangannya cukup kompleks untuk memastikan limbah tersebut tidak mencemari lingkungan dan membawa dampak buruk kepada masyarakat.
Namun sayangnya, pengelolaan limbah diarea penyembelihan menemui beberapa tantangan seperti keterbatasan lahan, juga terdapat ketidakpastian jumlah ternak dan kerterbatasan lahan.