Ilustrasi anggur hitam

Lihat Foto

anggur di seluruh dunia telah terdampak perubahan iklim, tetapi tidak merata dan bervariasi sepanjang musim tanam.

Temuan itu dipaparkan dalam studi E.M. Wolkovich dari University of British Columbia dan rekan-rekannya, yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Climate.

Anggur merupakan tanaman yang hidup bertahun-tahun dan memiliki nilai ekonomi tinggi, tetapi sangat sensitif terhadap perubahan iklim.

Studi menunjukkan bahwa suhu yang lebih hangat menyebabkan daerah yang cocok untuk menanam anggur bergeser ke arah kutub atau menjauhi khatulistiwa.

Artinya, daerah-daerah tradisional yang selama ini terkenal dengan anggurnya mungkin tidak lagi optimal, sementara daerah yang lebih dingin menjadi lebih cocok.

Di daerah tradisional, suhu yang lebih hangat menyebabkan anggur matang lebih cepat dan memiliki kadar gula yang lebih tinggi. Ini mengubah rasa anggur yang dihasilkan, berpotensi mengurangi kualitas atau karakteristik uniknya.

Meskipun makin banyak penelitian tentang dampak perubahan iklim pada anggur, belum ada penelitian yang memberikan gambaran global secara menyeluruh.

Nah, dalam studi baru ini peneliti secara khusus mempelajari fenologi anggur.

Fenologi adalah ilmu tentang waktu berbagai tahap pertumbuhan dan reproduksi tanaman anggur sebagai respons terhadap lingkungannya.

Untuk menganalisis bagaimana berbagai tahapan pertumbuhan anggur, mereka menggunakan data dari lebih dari 500 varietas, mengamati 10 ukuran iklim, dari suhu terendah selama dormansi dan saat kuncup muncul, hingga suhu ekstrem selama musim tanam, hingga suhu dan curah hujan selama panen.

Hasilnya, peneliti menemukan bahwa perubahan iklim telah memengaruhi semua wilayah penghasil anggur secara berbeda, yang menyulitkan para petani untuk adaptasi.

Eropa telah mengalami perubahan paling signifikan yang ditandai dengan peningkatan signifikan dalam jumlah hari dengan suhu di atas 35 derajat C.

Namun pengaruh perubahan iklim terhadap wilayah penghasil anggur ini tidak merata.

Sebagai perbandingan, Amerika Utara menunjukkan kenaikan yang lebih kecil dalam suhu rata-rata dan suhu ekstrem.

Penelitian global seperti ini pun sangat dibutuhkan untuk membantu para petani anggur beradaptasi dengan perubahan iklim.

“Saya sangat terkejut dengan tingkat pemanasan di seluruh dunia, terutama di Eropa, di mana hasil kami menunjukkan dengan jelas seberapa besar musim tanam telah menghangat akibat perubahan iklim yang disebabkan manusia,” kata Dr. Wolkovich.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *