
stunting di Kabupaten Gunungkidul, pendekatan berbasis pangan lokal dinilai menjadi solusi yang tidak hanya efektif secara gizi, tetapi juga berkelanjutan
Saat ini, kabupaten Gunungkidul masih menjadi wilayah dengan angka stunting tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), meskipun pada tahun 2024 tercatat mengalami penurunan signifikan.
Sebagai bagian dari upaya menanggulanginya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar pelatihan bagi warga Kelurahan Karangasem, Kapanewon Paliyan, Gunungkidul, untuk mengolah Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memanfaatkan bahan yang tersedia di sekitar mereka.
Periset Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN, Dini Ariani, menyampaikan bahwa penanganan stunting dapat dilakukan melalui peningkatan asupan gizi pada balita, salah satunya lewat PMT berbasis pangan lokal.
Pelatihan ini bertujuan meningkatkan keterampilan warga dalam memilih bahan, menentukan takaran, hingga teknik pengolahan dan penyimpanan yang tepat agar nilai gizi tetap terjaga.
“Selama ini, ibu-ibu sebenarnya sudah membuat makanan pendamping menggunakan bahan lokal. Namun, karena cara penanganan dan pengolahan yang kurang tepat, kandungan gizinya banyak yang terbuang,” ujar Dini dalam keterangannya, Kamis (3/7/2025).
Pelatihan ini tidak hanya mengajarkan praktik pembuatan PMT, tetapi juga memberikan pemahaman mengenai kandungan gizi dari tiap produk olahan.
Dengan begitu, para ibu dapat memastikan makanan yang diberikan memenuhi kebutuhan gizi balita sekaligus mendorong kemandirian pangan dan memperkuat peran perempuan dalam produksi pangan rumah tangga menggunakan bahan-bahan lokal.
Dini menjelaskan, sejumlah bahan pangan lokal yang digunakan memiliki kandungan gizi yang tinggi dan mudah diakses.
Ikan tawar, misalnya, mengandung asam lemak esensial seperti DHA dan EPA yang penting untuk perkembangan otak dan penglihatan serta membantu menurunkan kolesterol. Bahkan beberapa jenis ikan tawar memiliki kadar omega-6, kalium, dan lemak tak jenuh lebih tinggi dibandingkan ikan laut.
Sumber protein nabati seperti tempe juga dioptimalkan dalam pelatihan ini. Sebagai produk asli Indonesia, tempe memiliki kandungan protein setara dengan daging sapi dan berperan dalam pencegahan penyakit degeneratif seperti kanker, osteoporosis, dan diabetes.
Selain itu, daun kelor menjadi salah satu bahan unggulan karena kandungan mikronutriennya yang tinggi. Daun ini dikenal sebagai superfood dengan kadar kalsium, kalium, vitamin A dan C, serta zat besi yang melampaui bahan pangan lain seperti susu, pisang, wortel, jeruk, dan bayam.
Pelatihan serupa telah dilakukan tahun lalu di Kalurahan Kelor dan Wiladeg, Kapanewon Karangmojo. BRIN mencatat intervensi selama tiga bulan tersebut berhasil meningkatkan status gizi balita yang mengalami stunting dan anemia di dua wilayah itu.
Dari pengalaman tersebut, pelatihan PMT berbasis pangan lokal di Karangasem diharapkan menjadi alternatif kudapan bernutrisi yang efektif, serta menjadi langkah konkret menuju ketahanan gizi berbasis komunitas yang lebih berkelanjutan.