Wakil Ketua Dewan Pakar Bidang Riset & Teknologi Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Arya Rezavidi, menjelaskan terkait SDM di sektor EBT.

Lihat Foto

PLTS) untuk menambah kapasitas listrik nasional.

Wakil Ketua Dewan Pakar Bidang Riset dan Teknologi AESI, Arya Rezavidi, menyampaikan upaya tersebut juga tengah didorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lantaran mayoritas bekas galian tambang ditinggalkan begitu saja. Bahkan, bekas pertambangan hanya menjadi danau.

“Jadi dari sisi lahan kan itu sudah tidak bermanfaat karena tidak lagi produktif dan itu bisa dimanfaatkan. Adaro sudah menggunakan di Kalimantan, ada bekas galian tambangnya yang sudah menjadi danau,” ujar Arya ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (19/6/2025).

Adaro, lanjut dia, telah memasang PLTS terapung yang mengalirkan listrik untuk kebutuhan perusahaannya sendiri. Arya mengakui, rata-rata tambang berada di luar Jawa yang jauh dari jaringan listrik nasional.

“Kalau untuk dijual listriknya ke PLN memang saya belum mendengar apakah mereka sudah bisa manfaatkan. Karena rata-rata kan jauh dari pusat-pusat bebannya,” kata dia.

Penggunaan lahan bekas tambang dinilai menjadi solusi untuk menekan pembiayaan pembangunan PLTS. Pasalnya, pembangkit berskala besar memerlukan lahan yang luas.

Sementara, harga tanah di wilayah Jawa yang mahal akan menyulitkan pengembangan PLTS skala besar. Arya menyebut, lahan bekas tambang cenderung lebih murah dan biasanya hanya perlu disewa.

“Ini harusnya bisa dilakukan supaya investasinya menjadi murah. Karena kalau di Jawa atau di daerah perkotaan diletakkan PLTS ini apalagi skalanya besar-besar, itu nanti mahal di pengadaan tanahnya. Sekarang juga didorong untuk penggunaan (PLTS) di atas danau,” papar Arya.

Dia mengusulkan skema kerja sama antara perusahaan tambang dengan penyedia listrik swasta atau independent power producer (IPP). Dengan begitu, listrik dari perusahaan swasta bisa dijual ke PT PLN.

“Makanya apakah nanti misalnya ada IPP yang kerja sama dengan perusahaan tambang, memanfaatkan lahan-lahan mendiri, menyewa atau perusahaan tambang itu sendiri menjadi IPP,” ucap Arya.

Namun, dia menekankan bahwa IPP yang hendak menjual listriknya perusahaan tersebut harus terdaftar di PLN.

Diberitakan sebelumnya, Global Energy Monitor (GEM) menganalisis potensi pembangkitan energi surya di lahan bekas tambang di Indonesia mencapai 59 gigawatt (GW).

GEM mengamati 312 lahan tambang yang tak terpakai sejak 2020, dan menemukan luas yang berpotensi dipakai untuk area pembangkitan energi surya mencapai 2.089 km persegi yang bisa menghasilkan 103 GW.

Analisis lebih lanjut mengungkap adanya lahan seluas 3.731 km persegi yang akan ditinggalkan oleh operator sebelum tahun 2030. Sehingga, akan ada lahan seluas 5,820 km persegi yang berpotensi dipakai untuk energi surya dan bisa membangkitkan sekitar 300 GW atau 15 persen dari total energi terpasang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *