
Meski produknya fungsional dan estetis, banyak konsumen masih memandang sebelah mata barang berbahan daur ulang.
“Banyak yang berpikir, oh ini berasal dari material bekas yang seharusnya dibuang,” ujar Misha saat ditemui Kompas, Jumat (30/5/2025).
Padahal, menurutnya, justru di situlah nilai utama dari Rework2Relove—memberikan kehidupan kedua pada limbah tekstil agar tidak berakhir di tempat pembuangan akhir.
Misha bekerja sama dengan rumah sakit untuk menampung sprei dan handuk bekas yang masih layak pakai setelah disterilisasi. Ia juga menggandeng penjahit lokal untuk mengumpulkan sisa-sisa potongan kain yang kerap dianggap tak berguna. Semua bahan ini kemudian diolah menjadi produk sehari-hari seperti tas kain dan gantungan berbentuk emoji serta hati yang dirancang dengan sentuhan kreatif.
“Sampai saat ini, kami setidaknya sudah mengolah hingga 30 kilogram limbah tekstil,” jelas Misha.
Namun, upaya ini tidak hanya tentang mengurangi sampah. Di balik setiap produk yang dihasilkan, ada misi lain: membuka ruang kerja inklusif bagi perempuan penyandang disabilitas.
Untuk itu, Misha bermitra dengan organisasi Perempuan Tangguh yang membina perempuan dengan disabilitas agar mereka bisa berdaya secara ekonomi.
“Saat ini kami baru bekerja sama dengan dua orang dari organisasi tersebut untuk membuat produk Rework2Relove,” ujarnya. Ia berharap jika brand ini berkembang, semakin banyak perempuan bisa dilibatkan.
Misha mengakui tantangan tidak hanya datang dari sisi teknis atau pasar, tapi juga dari proses membangun komunikasi yang adaptif di lingkungan kerja inklusif.
“Awalnya memang sedikit ada kesulitan dari segi komunikasi, namun ada yang namanya proses adaptasi,” katanya.
Lebih lanjut, Misha mengatakan, bahwa setelah melakukan pendekatan personal, komunikasi bisa terjalin lebih baik dan para pekerja menunjukkan potensi yang nyata.
Ke depan, Misha berencana memperkuat identitas brand lewat media sosial agar lebih dikenal publik. Ia percaya, promosi yang konsisten bisa mengubah cara orang memandang produk daur ulang.
“Sekarang ‘kan era digital ya, jadi kami akan membangun identitas brand via sosial media,” ujarnya.
Ia pun berharap Rework2Relove terus berkembang, bukan hanya sebagai solusi atas limbah tekstil, tapi juga sebagai inspirasi bahwa keberlanjutan dan inklusi bisa berjalan beriringan—dan dimulai dari hal yang sederhana.