
Asia Institute mengungkap panduan praktis untuk mempercepat transisi Asia menuju energi bersih.
Menurut laporan itu, percepatan bisa dilakukan dengan meningkatkan kolaborasi antara produsen listrik independen (IPP) China dan mitra-mitra mereka di Asia.
Mengingat peran China yang semakin sentral dalam pendanaan dan pembangunan infrastruktur berskala besar di Asia, laporan ini mendesak terbentuknya kemitraan yang lebih kuat.
Kemitraan ini harus didasarkan pada pemahaman bersama, pembagian risiko yang adil, dan keterlibatan lokal.
Laporan berjudul “Green Independent Power Producers in Asia: A Practical Guide for Negotiations and Agreements between Chinese and International Partners” ini juga tidak hanya mengidentifikasi masalah melainkan juga menawarkan peta jalan.
Roadmap ini dirancang untuk membantu mengatasi hambatan-hambatan yang sudah ada sejak lama sehingga bisa meningkatkan skala proyek energi terbarukan di seluruh wilayah Asia.
Mengutip Tech Xplore, Senin (23/6/2025) laporan mengidentifikasi strategi-strategi utama untuk mewujudkan proyek-proyek pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan hidro yang layak dibiayai bank, bertanggung jawab secara sosial, dan memenuhi standar teknis.
Laporan juga secara khusus berfokus pada langkah-langkah praktis yang mencakup seluruh siklus hidup pengembangan IPP mulai dari tender dan Perjanjian Pembelian Listrik (PPA) hingga konstruksi dan operasi jangka panjang.
“Produsen Listrik Independen sangat penting untuk memenuhi tujuan energi dan iklim Asia, tetapi cara kita mengembangkan, membiayai, dan mengelola proyek-proyek ini perlu ditingkatkan,” ungkap Dr. Christoph Nedopil, salah satu penulis utama dan direktur Institut Asia di Universitas Griffith.
“Panduan ini bertujuan untuk mengurangi kesalahpahaman yang merugikan dan membantu sponsor dan pembeli membangun kepercayaan serta menyediakan listrik yang andal dan bersih,” paparnya lagi.
Metodologi atau dasar dari panduan ini berdasarkan wawasan praktis dari wawancara mendalam dengan lebih dari 40 ahli yang tersebar di 10 negara yang berbeda.
Tantangan dalam transisi energi di Asia sendiri bukan hanya soal teknis, tetapi juga fundamental tentang membangun kepercayaan dan nilai jangka panjang di pasar energi yang sangat penting ini.
Jika dilakukan dengan benar, hal ini dapat membuka miliaran dolar investasi energi bersih dan mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim.
Laporan juga menyoroti meskipun pembangkit listrik di seluruh negara berkembang Asia telah meningkat hampir empat kali lipat sejak tahun 2000, sebagian besar pertumbuhan tersebut berasal dari batu bara.
Pengembangan energi terbarukan masih tertinggal dari target nasional terutama karena risiko regulasi, keterlambatan pembayaran, kendala jaringan, dan pertentangan lingkungan dan sosial.