Ilustrasi hujan di musim kemarau

Lihat Foto

Sonni menyoroti fenomena kemarau basah yang tengah terjadi di Indonesia. Kondisi ini dinilai tidak lazim karena curah hujan masih tinggi meski telah memasuki musim kemarau.

“Seharusnya, saat musim kemarau, curah hujan menurun. Tapi sekarang, justru hujan terjadi terus-menerus. Ini yang disebut sebagai kemarau basah,” ujar Sonni sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di laman IPB University pada Selasa (10/6/2025).

Ia menyebut fenomena ini sebagai penyimpangan dari pola iklim normal.

Secara ilmiah, musim didefinisikan berdasarkan posisi semu matahari relatif terhadap pengamat di permukaan bumi.

Ketika matahari berada di selatan khatulistiwa (Belahan Bumi Selatan/BBS), wilayah tersebut mendapat pemanasan lebih tinggi akibat radiasi matahari.

Pemanasan ini menurunkan tekanan udara di BBS, sehingga angin mengalir dari Belahan Bumi Utara (BBU) ke selatan. Hal serupa berlaku ketika matahari berada di utara khatulistiwa.

Lebih lanjut, Sonni menjelaskan bahwa kemarau basah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk fenomena iklim global seperti El Niño, La Niña, dan Indian Ocean Dipole (IOD).

Namun, La Niña yang saat ini terdeteksi berada dalam kondisi lemah hingga sedang, hanya memberi kontribusi terbatas terhadap peningkatan curah hujan selama kemarau. Sementara itu, IOD dalam kondisi netral dan dampaknya terhadap kemarau basah tahun ini relatif kecil.

“Berdasarkan hasil pengamatan, saat ini tidak ada indikasi kuat El Niño, La Niña, maupun IOD,” jelasnya.

Sebaliknya, justru aktivitas sunspot yang sedang berada di puncaknya sejak 2024 dan masih aktif pada 2025 menjadi sorotan. Sunspot sendiri merupakan titik-titik gelap di permukaan matahari yang menandakan tingginya aktivitas radiasi.

Menurut Sonni, peningkatan sunspot menyebabkan matahari memancarkan lebih banyak partikel energi tinggi seperti sinar kosmik. Partikel ini mempercepat proses kondensasi di atmosfer, meningkatkan pembentukan awan, dan memperbesar kemungkinan terjadinya hujan deras.

“Sunspot juga memperbesar gradien potensial listrik dalam awan, sehingga hujan disertai petir lebih sering terjadi. Inilah salah satu faktor yang membuat curah hujan meningkat, bahkan di musim kemarau,” kata Sonni.

Ia menambahkan, fenomena kemarau basah berdampak signifikan terhadap berbagai sektor.

Di sektor pertanian, curah hujan yang tinggi dapat menurunkan kualitas dan hasil panen, terutama bagi tanaman yang tidak tahan kelembaban. Pola tanam yang disesuaikan dengan musim kemarau juga terganggu akibat hujan yang tidak menentu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *