
kredit karbon untuk “menebus” emisi gas rumah kaca yang mereka hasilkan dengan mendanai proyek-proyek ramah lingkungan.
Tapi, ada masalah yang mungkin tak disadari sebelumnya yakni kalau perhitungan awal dampak proyeknya tidak tepat, kredibilitas dari kredit karbon itu bisa dipertanyakan.
Mengutip Phys, Jumat (4/7/2025), untuk menghitung seberapa banyak pengimbangan karbon yang bisa dihasilkan sebuah proyek, pihak penjamin akan merujuk pada skenario dasar, dengan kata lain, kondisi seperti apa yang akan terjadi jika proyek tersebut tidak dilaksanakan.
Misalnya, dalam kasus deforestasi berarti harus menunjukkan bahwa proyek tersebut secara efektif mengurangi penggundulan hutan di suatu area, dan bahwa tingkat penggundulan hutan akan jauh lebih tinggi jika proyek itu tidak ada.
Lalu, untuk proyek energi terbarukan, ini berarti menunjukkan bahwa tanpa proyek tersebut, kebutuhan listrik akan terpenuhi dengan menggunakan bahan bakar fosil.
Namun, meskipun kredit karbon bertujuan baik, sering kali ditemukan bahwa klaim pengurangan emisi yang dihasilkan dari proyek-proyek tersebut tidak sesuai dengan kenyataan dan terlalu dilebih-lebihkan.
Akibatnya, strategi pengimbangan karbon ini dapat diadopsi secara luas oleh perusahaan swasta tanpa efek nyata pada iklim.
Untuk menyelesaikan masalah ketidakakuratan dalam penilaian dampak proyek kredit karbon, sekelompok institusi riset terkemuka menyarankan generalisasi penggunaan metode penelitian akademik yang lebih dapat diandalkan untuk memperkirakan dampak yang diharapkan dari proyek-proyek kredit karbon.
Untuk memastikan kredit karbon benar-benar efektif, para ahli menyarankan penggunaan metode kuasi-eksperimental.
Metode ini bekerja dengan membandingkan daerah tempat proyek dilakukan dengan daerah lain yang sangat mirip (daerah kontrol).
Misalnya, untuk menilai proyek pencegahan deforestasi, mereka akan membandingkan tingkat penggundulan hutan di daerah proyek dengan daerah kontrol yang tidak ada proyeknya.
Meskipun cara ini mungkin membuat jumlah kredit karbon yang tersedia jadi lebih sedikit, hasilnya akan lebih akurat karena bisa memastikan emisi GRK benar-benar berkurang.
Masalah utama dalam menerapkan metode penilaian kredit karbon yang lebih akurat ini adalah ketidakpastian bagi pelaksana proyek: mereka tidak tahu pasti berapa banyak kredit yang akan mereka dapatkan.
Untuk mengatasinya, peneliti mengusulkan mekanisme berbagi risiko.
Contohnya, perusahaan bisa memberikan dana awal kepada pengembang proyek, sehingga proyek tetap bisa berjalan meski jumlah kredit akhir belum pasti.
Konsep ini mengusulkan bahwa perusahaan tidak hanya mendanai proyek kredit karbon di awal, tetapi juga memberikan pembayaran tambahan jika evaluasi setelah proyek selesai membuktikan proyek tersebut benar-benar berhasil mengurangi emisi atau memberikan dampak positif nyata lainnya.
Hal ini bertujuan untuk mendorong lebih banyak investasi pada proyek-proyek yang terbukti efektif, karena perusahaan bisa secara sah mengklaim keberhasilan tersebut dalam strategi lingkungan mereka.
Studi dipublikasikan di Nature Sustainability.