Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB)

Lihat Foto

Temuan ini memperkuat peluang percepatan transisi energi yang berkelanjutan, terutama di kawasan Indonesia timur yang selama ini menghadapi tantangan akses dan ketergantungan pada energi fosil.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki keunggulan geografis dan iklim tropis yang memungkinkan pasokan energi terbarukan tersebar merata, khususnya dari tenaga surya. Hal ini menjadi fondasi penting bagi pengembangan sistem energi berbasis pulau yang mandiri dan rendah karbon.

Analis Sistem Ketenagalistrikan IESR, Abraham Halim, menjelaskan bahwa Pulau Sulawesi memiliki potensi proyek energi terbarukan yang layak secara finansial mencapai 63 gigawatt (GW), terutama dari sumber surya dan angin.

“Menurut pemodelan IESR berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), porsi energi terbarukan variabel (VRE) seperti surya dan angin di Sulawesi diproyeksikan naik dari 2,4 persen pada 2024 menjadi 29 persen di 2060,” ujar Abraham dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/7/2025).

Dalam jangka pendek (2030–2040), sistem kelistrikan di Sulawesi diperkirakan masih mengandalkan fleksibilitas pembangkit dari energi terbarukan lain seperti hidro, juga dari fosil dan energi baru.

Namun dalam jangka panjang, sistem ini akan mengandalkan baterai untuk skala harian, interkoneksi antar pulau untuk skala mingguan, dan pengelolaan musiman.

Abraham menekankan pentingnya integrasi analisis fleksibilitas dalam perencanaan energi jangka panjang dan operasional, serta optimalisasi potensi bioenergi dan penguatan interkoneksi demi menurunkan biaya sistem secara keseluruhan.

Sementara itu, Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, Alvin P Sisdwinugraha, menyebut bahwa keberhasilan transisi energi di Pulau Sumbawa (NTB) dan Pulau Timor (NTT) sangat ditunjang oleh ambisi kuat dari pemerintah daerah.

NTB menargetkan Net Zero Emission (NZE) pada 2050, sementara NTT menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 47 persen pada 2034 sebagaimana tercantum dalam draf terbaru Rencana Umum Energi Daerah (RUED).

Menurutnya, pulau Sumbawa memiliki total potensi energi terbarukan sebesar 10,21 GW, dengan dominasi energi surya sebesar 8,64 GW. Untuk memenuhi 100 persen kebutuhan listriknya dari energi terbarukan, IESR mendorong dua strategi.

Strategi jangka pendek (2025–2035) dengan mengganti proyek pembangkit fosil yang sedang direncanakan menjadi berbasis energi terbarukan. Sementara strategi jangka panjang (2036–2050) berfokus pada pengurangan bertahap pembangkit fosil, termasuk penggantian bahan bakar menjadi hidrogen dan amonia hijau.

Di sisi lain, Pulau Timor memiliki potensi energi mencapai 30,81 GW, yang terbesar juga dari tenaga surya (20,72 GW). Strategi jangka pendeknya serupa, yakni menggantikan proyek PLTU dan PLTG yang ada dalam perencanaan dengan pembangkit energi terbarukan, dengan catatan bahwa proses intervensi terhadap Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) harus dilakukan secara menyeluruh dan transparan.

Untuk jangka panjang (2036–2050), Timor ditargetkan menghapus total pembangkit fosil pada 2050. Opsi paling ekonomis yang dianjurkan adalah pensiun dini PLTU Timor, digantikan oleh PLTS skala besar dengan sistem penyimpanan daya.

Alvin menyebut bahwa pada 2050, sistem kelistrikan Pulau Timor akan didominasi oleh tenaga surya (82 persen), disusul mini hidro (9 persen), angin (6 persen), dan biomassa (3 persen).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *