
Hal ini disampaikannya dalam ajang Jakarta Scholar Symposium (JSS) Volume IV bertajuk Advocacy In Action yang digelar pada Rabu (28/5/2025). Acara ini mengusung format seperti TED Talk dan menjadi ruang bagi pelajar untuk menampilkan semangat, proyek, dan dampak nyata yang mereka gagas.
Dia menyebutkan bahwa Indonesia menghasilkan lebih dari 2,3 juta ton limbah tekstil setiap tahun. Sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir atau insinerator, menyumbang polusi dan pemborosan sumber daya.
“Guna mengatasi masalah ini, kami mendirikan Rework2Relove untuk memberi ‘kehidupan kedua’ pada kain, serta memperkenalkan kebiasaan konsumsi yang lebih sadar,” ujar Misha.
Melalui kemitraan dengan organisasi lokal, Rework2Relove melatih dan mempekerjakan perempuan penyandang disabilitas—kelompok yang kerap terpinggirkan dari pekerjaan kreatif karena stigma dan kurangnya akses terhadap lapangan kerja yang inklusif.
Kelompok ini dilibatkan dalam proses produksi dari awal hingga akhir, mulai dari desain hingga menjahit dan merangkai produk.
Produk yang dihasilkan pun tidak hanya sekadar ramah lingkungan, tetapi juga punya nilai estetika dan fungsional. Rework2Relove membuat berbagai produk seperti tas kain dan boneka gantungan berbentuk emoji lucu, hasil dari kreativitas tangan-tangan terlatih para perempuan disabilitas.
Selain kain bekas, inovasi juga dilakukan pada bahan isian boneka. Misha menjelaskan bahwa umumnya boneka diisi poliester—bahan berbasis plastik yang tidak terurai secara alami dan berbahaya bagi lingkungan.
Untuk menggantikannya, mereka menggunakan serabut kelapa yang telah dilembutkan—alternatif lokal yang biodegradable dan mendukung praktik berkelanjutan.
Hingga kini, Rework2Relove telah mengolah lebih dari 25 kilogram limbah tekstil menjadi lebih dari 60 produk upcycle, sekaligus menciptakan ruang kerja kreatif bagi perempuan disabilitas.
Ke depannya, Misha berharap bisa melatih lebih banyak perempuan penyandang disabilitas melalui lokakarya menjahit, menyelenggarakan acara komunitas untuk meningkatkan kesadaran akan limbah tekstil, dan menjalin kolaborasi dengan lebih banyak merek lokal demi memperluas produksi berkelanjutan.