
Namun pandemi COVID-19 mengubah segalanya. Saat ingin kembali bekerja di luar negeri, ia terhambat aturan baru yang membatasi jumlah migran.
“Ada banyak aturan tambahan yang bikin saya susah kembali. Karena waktu terus berjalan, saya putuskan untuk move on. Banting setir jadi peternak domba,” ujar Yuli saat ditemui di kediamannya sekaligus lokasi peternakannya, dalam agenda Jurnalis Press Touring: Kurban Se-Ngaruh Itu, yang digelar Dompet Dhuafa, Rabu (21/5/2025).
Tahun 2022, Yuli memulai peternakan dengan 20 ekor domba. Modal awal sekitar Rp 40 juta berasal dari tabungannya selama bekerja di Taiwan. Perlahan, ia belajar melakukan breeding, dan mulai menjual beberapa ekor untuk kebutuhan sehari-hari. Tahun berikutnya, jumlah dombanya meningkat jadi 30 ekor.
Tapi beternak bukan perkara mudah. Tahun 2024, jumlah ternaknya memang mencapai 70 ekor, tapi hanya 20-an yang layak jual.
“Pembeli paling warga setempat, biasanya untuk aqiqah. Kalau sedang tidak ada yang beli, ya dombanya tetap makan,” ujarnya.
Titik balik datang saat Yuli bermitra dengan Dompet Dhuafa melalui DD Farm. Kapasitas produksi meningkat, dan tahun ini jumlah dombanya melonjak menjadi 150 ekor, dengan 70 ekor siap jual menjelang Idul Adha.
“Sebelumnya nggak ada kepastian, sekarang ada. Untuk satu domba kira-kira omzetnya 400 ribuan. Jadi, saya bisa dapat sekitar Rp 28 juta dari 70 ekor,” jelas Yuli.
Kepastian pasar membuat Yuli lebih percaya diri. Ia mulai menggaji tiga pekerja harian untuk membantu perawatan dan pengangkutan pakan. Meski belum sepenuhnya menyerahkan pengelolaan ke orang lain karena sistem pakan belum stabil, Yuli mulai menargetkan hal yang lebih besar: menjual hingga 200 ekor dan membuka tiga posisi karyawan tetap.
“Saya belum berani kasih semua ke orang lain, karena belum ada sistem pakannya yang benar-benar stabil. Tapi saya ingin terus berkembang,” katanya.
Keputusan Yuli beralih menjadi peternak domba—pekerjaan fisik yang tidak ringan—lahir dari keinginan untuk memberdayakan orang lain. Ia pernah bermimpi membangun komunitas perempuan, terinspirasi dari petani kopi yang ia temui saat bekerja di Taiwan.
“Dulu saya juga sempat ingin bikin komunitas perempuan, supaya kita bisa jalan bareng. Tapi ternyata membangun komunitas itu enggak semudah yang saya kira. Untuk sekarang, saya ingin peternakan ini jadi inspirasi dulu. Kalau perempuan bisa punya usaha sendiri, bisa berdaya,” tutur Yuli.
Namun, tantangan tetap datang—dan justru datang dari domba-dombanya sendiri.
“Domba itu makhluk unik. Nggak bisa disamaratakan. Ada yang cepat tumbuh, ada yang lambat. Ada yang sehat habis melahirkan, ada yang malah sakit. Jadi tantangan utama ya memastikan mereka sehat dan tumbuh baik,” jelasnya.
Meski jalannya tidak mudah, Yuli menjalani semuanya dengan cinta. Ia menyebut bahwa kecintaan terhadap profesi membuatnya mampu melalui berbagai rintangan.
“Dengan mencintai apa yang kita kerjakan, kita akan lebih sabar menjalani jalan-jalan sulitnya. Saya menikmati jadi peternak. Dan saya ingin terus bertumbuh,” pungkasnya.