Tangkapan layar dari video yang menunjukkan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan pembahasan hasil studi bersama Greenpeace Indonesia, Kamis (24/4/2025).

Lihat Foto

pembangkit listrik tenaga gas bisa membuat energi terbarukan terkunci atau jalan ditempat.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, 22 GW bukanlah angka yang kecil.

Pasalnya, akan ada banyak investasi yang masuk ke sana bila rencana tersebut benar-benar direalisasikan.

Hal tersebut disampaikan Bhima dalam peluncuran laporan terbaru dari Celios dan Greenpeace Indonesia, Kamis (24/4/2025).

“Karena begitu investasi besar-besaran ke pembangkit, akan sulit bagi pemain di sektor energi terbarukan untuk masuk,” kata Bhima dalam acara tersebut yang diikuti secara daring.

Bhima menyampaikan, realisasi pembangkit listrik tenaga gas dalam kapasitas yang besar juga turut memegaruhi jaringan listrik dan transmisi yang ada.

Apabila jaringan listrik dan transmisi hanya bisa mengakomodasi pembangkit skala besar, akan semakin sulit bagi energi terbarukan untuk memanfaatkannya.

Bhima menambahkan, pengembangan pembangkit listrik tenaga gas juga perlu melihat hulu di tempat eksploitasi sampai di hilirnya.

“Infrastruktur gas itu dari mulai eksplorasi, eksploitasi, sampai dikirim kapal ke tempat pembangkit gas kalau dikalkulasi total jadi sangat mahal,” jelas Bhima.

Menurut temuan Greenpeace Indonesia dan Celios, ekspansi pembangkit gas sebanyak 22 GW akan mengakibatkan lonjakan emisi karbon dioksida hingga 49,02 juta ton per tahun dan emisi metana hingga 43.768 ton per tahun.

Menurut temuan studi tersebut juga, pembangkit listrik tenaga gas juga akan menurunkan output ekonomi sebesar Rp 941,4 triliun secara akumulatif hingga 2040.

Sedangkan pembangkit listrik tenaga gas siklus gabungan akan menurunkan output hingga Rp 280,9 triliun.

Di sisi lain, jika berfokus pada pengembangan energi terbarukan, Indonesia akan mendapatkan kontribusi perekonomian sebesar Rp 2.627 triliun pada 2040.

Jumlah serapan tenaga kerja bila pembangkit terbarukan skala komunitas dikembangkan secara masif bisa mencapai 20 juta orang pada 2040.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *