
Namun, keterbatasan teknologi membuat mereka menghadapi kendala efisiensi dan kualitas produksi.
Melalui program Pendampingan Usaha Mikro berbasis Iptek (PUMI), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) hadir untuk mendampingi proses produksi UMKM tersebut.
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya BRIN untuk mendukung keberlanjutan UMKM melalui inovasi pengelolaan limbah organik.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah proses ekstraksi serat yang masih dilakukan secara semi-manual sehingga hasil serat pun belum seragam.
Selain itu, metode pewarnaan alami menggunakan ekstrak kentang untuk menghilangkan komponen lignin dinilai belum optimal karena biayanya relatif mahal dan justru membuat serat menjadi seperti pulp.

Menjawab tantangan itu, BRIN memberikan dukungan teknologi pengepresan dan pewarnaan.
Pendampingan dilakukan di Bank Sampah Rapekan, Garut, dengan tujuan agar proses daur ulang gedebog pisang bisa lebih efisien dan menghasilkan produk dengan kualitas lebih baik.
Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi untuk UMKM di BRIN, Driszal Fryantoni, menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan meningkatkan produktivitas dan kualitas UMKM. Namun, ia mengakui bahwa keberlanjutan upaya ini memerlukan kerja sama lintas sektor karena BRIN tidak menyediakan bantuan modal atau alat produksi.
“Sehingga diperlukan kerja sama dengan stakeholder lainnya, baik kementerian maupun dinas setempat, untuk bersama-sama memperkuat UMKM agar mereka bisa naik kelas,” ujar Driszal.
Periset pendamping dari BRIN, Sukma Surya Kusumah, menambahkan bahwa pengolahan limbah gedebog pisang masih menyimpan potensi besar agar memiliki nilai tambah. Ia berharap pelaku usaha dapat berkolaborasi lebih jauh dengan para peneliti di Pusat Riset Biomassa Bioproduk BRIN.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan ESDM Kabupaten Garut, Ridwan Effendi, menyambut baik pendekatan ini. Ia menilai model pendampingan seperti di Bank Sampah Rapekan bisa direplikasi oleh desa-desa lain dalam mengatasi permasalahan limbah, khususnya limbah organik dari pisang.
Pemilik UMKM yang terlibat dalam program ini pun, Gita, mengungkapkan harapannya agar pengembangan inovasi-inovasi baru teruratama yang berbahan baku gedebog pisang terus mendapatkan pendampingan dari BRIN.
“Saya tidak pernah menyangka bahan baku gedebog pisang bisa diseragamkan ketebalannya,” ujar Gita.
Dengan iklim tropis, pohon pisang tumbuh subur di banyak wilayah Indonesia. Namun, bagian batangnya kerap dibuang begitu saja, padahal jika tidak dikelola dapat mencemari lingkungan.
Melalui pendekatan riset dan teknologi, limbah seperti gedebog pisang dapat diolah menjadi sumber ekonomi baru sekaligus mendukung transisi menuju ekonomi sirkular. Dengan penguatan teknologi dan kolaborasi lintas sektor, potensi keberlanjutan bisa tumbuh dari akar rumput.