ilustrasi ular piton

Lihat Foto

 ular peliharaan sembarangan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem serta menimbulkan konflik antara manusia dan satwa.

Menurutnya, pelepasan ular ke alam liar, terutama jika bukan spesies asli, dapat memicu lonjakan populasi yang tidak terkendali. Hal ini berisiko merusak keseimbangan ekosistem lokal.

“Ini bisa mengganggu keseimbangan ekosistem lokal,” kata Mirza, dikutip dari keterangan tertulis di laman IPB, Kamis (10/7/2025).

Peringatan ini disampaikan Mirza menanggapi tren memelihara satwa liar, terutama ular, yang semakin marak. Masalah muncul ketika pemilik bosan atau merasa tidak sanggup lagi merawat, lalu melepas ular tersebut ke alam bebas.

Selain itu, Mirza menyoroti belum adanya regulasi khusus yang mengatur pelepasliaran ular ke alam. Padahal, tindakan ini berpotensi menimbulkan konflik ruang antara manusia dan satwa. Meskipun, menurut Mirza, bisa dikaitkan dengan peraturan daerah tentang ketertiban umum.

Ia menyarankan agar masyarakat yang tidak lagi sanggup memelihara ular menyerahkannya ke lembaga konservasi resmi atau komunitas reptil yang kompeten. Hal ini penting untuk menjamin penanganan yang aman dan tepat.

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!

Lebih jauh, Mirza juga mengingatkan agar masyarakat menjaga kebersihan lingkungan.

“Jangan membuang sisa makanan sembarangan karena itu mengundang tikus, dan tikus mengundang ular. Jika menemukan ular, segera laporkan ke pihak berwenang agar bisa ditangani dengan aman,” ujarnya.

Disisi lain, ia Mirza juga menegaskan bahwa memelihara ular berbisa atau ular besar seperti piton berpotensi membahayakan masyarakat maupun pemiliknya sendiri.

Bahkan, jika sampai mencelakai orang lain, pemilik bisa dikenai sanksi hukum sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati atau peraturan daerah terkait ketertiban umum.

Mirza juga menyayangkan belum adanya regulasi menyeluruh soal pemeliharaan ular di Indonesia, terutama untuk jenis ular yang tidak masuk kategori dilindungi.

Saat ini, regulasi hanya mengatur jenis yang dilindungi, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar yang merupakan turunan dari UU No 5/1990.

“PP tersebut antara lain melarang pemeliharaan satwa yang dilindungi. Sementara ular Piton yang biasa dipelihara, yakni Malayopython reticulatus, tidak masuk dalam daftar satwa lindungan di Indonesia,” jelasnya.

Mirza membandingkan dengan Australia yang menerapkan sistem perizinan ketat untuk memelihara satwa liar. Di sana, seseorang yang ingin memelihara ular berbisa harus terlebih dahulu memiliki pengalaman memelihara ular tidak berbisa selama beberapa tahun.

“Harusnya kita juga punya regulasi seperti itu untuk menjamin keselamatan bersama,” tegasnya.

Ia pun menekankan pentingnya edukasi publik mengenai peran ular dalam ekosistem.

“Hidup berdampingan dengan satwa liar memerlukan kesadaran dan pemahaman yang benar,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *