
laut dalam yang dilakukan melalui program Indonesia OceanX Mission pada 2024 menunjukkan potensi ekosistem yang kaya di sembilan lokasi perairan sekitar Sumatra.
Program yang melibatkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), OceanX, dan Konservasi Indonesia ini menyoroti temuan spesies laut dalam yang melimpah, serta mengungkap tantangan konservasi yang perlu ditindaklanjuti secara berkelanjutan.
Lokasi-lokasi dengan potensi yang tinggi tersebut ditemukan di sebelah selatan perairan Nias, Pulau Siberut, hingga daratan Sumatra.
Di kedalaman 150 hingga 1.000 meter, para peneliti mencatat dominasi teripang, sementara pada kedalaman 1.000 hingga 5.000 meter, ditemukan beberapa spesies pari dan hiu.
Menurut Rian Prasetia, peneliti dari Konservasi Indonesia sekaligus Senior Manager Blue Halo S, eksplorasi ini juga mendeteksi beragam fauna lain dengan peran ekologis penting.
“Ditemukan kelompok udang dan kepiting yang termasuk dalam kelas Malacostraca, termasuk yang paling banyak dari fauna laut lainnya. Mereka memiliki peran penting sebagai pemangsa maupun pemakan detritus di ekosistem dasar laut,” ujar Rian kepada Kompas.com, Kamis (10/7/2025).

Lebih lanjut, Rian mengatakan bahwa terdapat bintang laut dari kelas Asteroidea, berbagai jenis karang dari kelas Anthozoa dan Octocorallia seperti karang lunak dan kipas laut, serta bulu babi dari kelas Echinoidea.
Temuan ini mencerminkan kompleksitas komunitas bentik di wilayah survei yang menjadi dasar penting untuk analisis struktur komunitas serta strategi pengelolaan kawasan konservasi.
Meski begitu, hingga kini belum ditemukan indikasi spesies baru atau langka karena proses identifikasi baru mencapai tingkat filum dan kelas.
“Untuk bisa mengidentifikasi hingga tingkat genus atau spesies, dibutuhkan analisis lanjutan yang lebih mendalam,” ujar Rian.
Maka dari itu, Rian menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor, termasuk pelibatan ahli taksonomi, universitas, dan lembaga riset. Menurutnya, kapasitas identifikasi yang lebih kuat merupakan kunci untuk mengungkap keanekaragaman hayati laut dalam secara akurat, sekaligus mendukung pemetaan kawasan konservasi.
Selain keragaman hayati, eksplorasi ini juga menyoroti tantangan dalam pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan.
Rian mengatakan bahwa sampah plastik ditemukan bahkan hingga kedalaman 5.000 meter. Ini menandakan tekanan aktivitas manusia terhadap ekosistem laut dalam, termasuk di Wilayah Pengelolaan dan Perikanan (WPP) 572.
Meski dampaknya terhadap spesies dan habitat belum dapat disimpulkan, temuan ini menambah urgensi riset lanjutan untuk memahami keterkaitannya dengan aktivitas seperti penangkapan ikan dan eksplorasi sumber daya.
Dalam hal habitat penting, Rian menjelaskan bahwa sejauh ini juga belum teridentifikasi secara pasti keberadaan zona pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), atau tempat makan (feeding ground).