Ilustrasi hutan

Lihat Foto

Menurut koalisi tersebut, UUK saat ini tidak cukup memberikan perlindungan terhadap ekosistem hutan maupun masyarakat di sekitarnya.

Anggi Putra Prayoga dari Forest Watch Indonesia menyebut setidaknya ada tiga dasar penting perlunya perubahan total UUK, yaitu aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis.

“Dari aspek filosofis, hak negara terlalu dominan dalam menguasai kawasan hutan. Ini justru memicu konflik berkepanjangan, mulai dari perampasan lahan hingga kriminalisasi masyarakat,” ujar Anggi dalam media briefing “Jadikan UU Kehutanan Adil dan Pelindung Ekosistem Hutan: Hutan Indonesia Bukan Warisan Kolonial”, Senin (14/7/2025).

Lebih lanjut, ia menambahkan, secara sosiologis, definisi hutan dalam UU yang berlaku masih didasarkan pada kepentingan ekonomi-politik, sehingga menyingkirkan peran masyarakat adat dalam menentukan makna dan fungsi hutan bagi mereka. Padahal masyarakat adat merupakan bagian dari kawasan-kawasan hutan tersebut.

Sementara dari sisi hukum, UUK sudah mengalami terlalu banyak revisi dan penyesuaian.

“Tiga kali revisi dan empat kali penyesuaian (anotasi), termasuk lewat Perppu dan UU Cipta Kerja. Karena itu, kami menilai perlu ada perubahan total,” ujarnya.

Anggi juga mengutip pendapat dari para pakar hukum yang mengatakan bahwa selama ini pengelolaan hutan masih berpegang pada warisan kolonial seperti asas domain verklaring, yang menganggap tanah tak berpemilik sebagai milik negara, sehingga menjadi legitimasi atas eksploitasi kawasan hutan untuk terus berlangsung.

“Ini memperburuk situasi tata kelola hutan dan lingkungan. Tidak akan ada perlindungan menyeluruh di tingkat tapak kalau UUK tidak diubah total,” tegasnya.

Pernyataan serupa disampaikan Uli Arta Siagian dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Ia menjelaskan bahwa Koalisi telah mengevaluasi UUK dengan pendekatan filosofis, sosiologis, dan yuridis, metode yang lazim dipakai untuk menilai apakah UU cukup direvisi sebagian atau sudah tidak layak dipertahankan lagi.

“Berdasarkan ketiga pendekatan itu, kami menilai UU Kehutanan yang ada sekarang memang sudah tidak layak lagi. Perlu dibuat UU baru yang bisa menjamin keadilan dan keberlanjutan,” pungkas Uli.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *