
lumba-lumba di perairan Kepulauan Seribu membuka peluang pengembangan ekowisata laut jika terjadi secara konsisten.
Namun, Konservasi Indonesia menekankan bahwa tanpa perencanaan berbasis ilmiah, kegiatan wisata ini bisa membahayakan keberlanjutan ekosistem laut.
“Pengembangan ekowisata lumba-lumba bisa memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal sekaligus mendukung upaya konservasi,” ujar Iqbal Herwata, Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia pada Kompas.com, Kamis (10/7/2025).
“Tapi sebelum dijalankan, harus ada kajian kelayakan ekologis, termasuk apakah kemunculan lumba-lumba bisa diprediksi secara konsisten dalam waktu dan lokasi tertentu.”
Ia menambahkan, panduan interaksi wisata (code of conduct), penilaian daya dukung kawasan, dan pelatihan bagi operator mutlak diperlukan agar wisata berlangsung secara bertanggung jawab dan ramah lingkungan. Jika tidak, wisata justru bisa merusak habitat melalui polusi, sampah, dan gangguan fisik dari kapal atau pengunjung.
Interaksi yang keliru, seperti mengejar atau berenang bersama lumba-lumba, berisiko meningkatkan stres dan mengganggu perilaku alami satwa. Iqbal mencontohkan praktik ekowisata di beberapa wilayah dunia yang tidak menerapkan prinsip keberlanjutan.
“Di Mozambique dan Zanzibar, wisatawan dibiarkan berenang bersama lumba-lumba, yang terbukti mengganggu perilaku lumba-lumba,” jelas Iqbal.
Selain itu, ia menyebut bahwa di Meksiko, operator di Sian Ka’an sering melanggar aturan jarak minimum, sementara di Selandia Baru meski regulasi sudah ketat, pelanggaran tetap terjadi terkait jarak, durasi interaksi, dan kecepatan kapal sehingga memberikan tekanan kepada lumba-lumba dan mengganggu kebiasaan makan satwa tersebut.
“Dari sini kita belajar bahwa pelatihan kepada operator, pengawasan dan penegakan aturan sangat penting untuk perlindungan satwa.”
Di Indonesia, menurut Iqbal, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah merilis pedoman umum ekowisata lumba-lumba. Dokumen ini mengatur peran wisatawan, pembagian keuntungan, perlindungan lingkungan, serta regulasi yang dijalankan pemerintah.
Ia pun merekomendasikan beberapa langkah untuk mengurangi dampak lingkungan, seperti penetapan zona wisata khusus, pembatasan jumlah kapal, aturan jarak dan waktu interaksi, pelatihan operator, edukasi wisatawan, kolaborasi lintas sektor, serta evaluasi dampak secara berkala.