
energi bersih di Asia Tenggara.
Akan tetapi sebuah laporan dari Zero Carbon Analytics menemukan negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia tidak tinggal diam dan sedang gencar berinvestasi dalam royek tenaga surya, baterai, dan transmisi listrik.
Ini menandakan meningkatnya persaingan dalam transisi energi di kawasan Asia Tenggara.
Negara-negara tersebut termasuk di antara negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia Tenggara dan semuanya berupaya untuk memperluas penggunaan energi terbarukan.
Mengutip Sustainability News, Kamis (29/5/2025) dari tahun 2013 hingga 2023, China memimpin dalam investasi energi bersih publik di seluruh kawasan Asia Tenggara dengan menggelontorkan lebih dari 2,7 miliar dollar AS ke dalam proyek-proyek di kawasan ini.
Namun, negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia telah mengembangkan pendekatan dan strategi mereka sendiri untuk membangun pengaruh di sektor yang sama.
Korea Selatan telah menempatkan dirinya sebagai pemain kunci dalam pengembangan dan pengelolaan rantai pasok baterai terutama di Malaysia dan Indonesia.
Jepang aktif dalam proyek tenaga surya dan panas bumi dan juga terlibat dalam beberapa program pembiayaan transisi energi.
Sementara Australia memainkan peran yang lebih terarah dalam transmisi daya lintas batas.
“Meskipun China mendominasi investasi dan perdagangan teknologi bersih secara keseluruhan, Korea Selatan telah mengukir ceruk dalam ekspor komponen baterai dan Jepang dalam investasi tenaga surya,” kata Yu Sun Chin, rekan peneliti di Zero Carbon Analytics.
“Peluang yang menjanjikan tetap ada bagi negara-negara ini untuk memperluas investasi energi bersih mereka di seluruh Asia Tenggara,” paparnya.
Lantas seperti apa pendekatan yang dilakukan Jepang, Korea Selatan, dan Australia dalam investasi energi bersih?
Kekuatan terbesar Jepang terletak pada dukungannya terhadap pembiayaan transisi regional.
Jepang telah mendukung Kemitraan Transisi Energi Adil senilai 20 miliar dollar AS di Indonesia dan juga terlibat dalam versi Vietnam dari rencana yang sama.
Jepang juga berkomitmen sebesar 25 juta dollar AS untuk Mekanisme Transisi Energi, yang bertujuan untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara di Filipina, Vietnam, dan Indonesia.